SISTEM PERKEMIHAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
I
PENGKAJIAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN
PENYAKIT GAGAL GINJAL
Disusun oleh :
1.Adhim
Fattah Maulana
2.Atris
Pangeventi
3.Dewi
Anggraeni
4.Dina
Sulestyowati ZF
5.Elsa
Anisa Putri
6.Makmur
Barokah
7.Muhimah
8.Nadia
Michrun Nisa
9.Wildan
Maskuri
Kelas:
2A
AKADEMI KEPERAWATAN
“YAKPERMAS” BANYUMAS
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat
Allah Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami, semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk
ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Banyumas, Oktober 2018
Penyusun
KONSEP PENGKAJIAN SISTEM
PERKEMIHAN
Pemeriksaan
sistem perkemihan terhadap kelainan yang mungkin dialami oleh klien dilakukan
dengan melakukan anamnesis keluhan yang dialami oleh klien, pemeriksaan fisik
terhadap fungsi dari sistem perkemihan, dan kemudian dibandingkan dengan hasil
dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lainnya.
1.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara kepada klien yang
ditujukan untuk mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di derita oleh
klien. Anamnesis merupakan suatu proses pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistematik tentang
klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien. Data dikumpulkan dari klien (autoanamnesa) atau dari orang lain (alloanamnesa), yaitu dari keluarga,
orang terdekat, masyarakat.
Data yang diperoleh
dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data Subjektif menunjukkan persepsi dan
sensasi klien tentang masalah kesehatan. Klien mengungkapkan persepsi dan
perasaan subjektif seperti harga diri atau nyeri. Data subjektif adalah informasi yang
diucapkan oleh klien kepada perawat selama wawancara atau pengkajian
keperawatan, yaitu komentar yang didengar oleh perawat. Data subjektif biasa
disebut ”gejala”. Data subjektif atau gejala adalah fenomena yang dialami oleh
klien dan mungkin suatu permulaan kebiasaan dari sensasi normal klien. Contoh :
saya merasa sakit dan perih ketika buang
air kecil, perut
saya terasa melilit, badan saya sakit semua, dll.
Anamnesis
yang sistematik mencakup : keluhan utama pasien, riwayat penyakit saat ini
yang sedang di derita klien, seperti : keluhan sistemik yang
merupakan penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang
merupakan gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi dan keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi
seksual, atau infertilitas. Selain itu perlu adanya
pengkajian terhadap riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya maupun
pernah diderita keluarganya. Beberapa pertanyaan yang bias diajukan kepada klien
adalah :
a)
Kaji kebiasaan pola BAK,
output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen.
b)
Kaji keluhan gangguan frekuensi
BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c)
Kaji kembali riwayat
pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan.
a. Nyeri
Nyeri yang
disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia dirasakan
sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut) atau
berupa referred pain (nyeri yang
dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit). Inflamasi akut pada organ padat
traktus urogenitalia seringkali dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan
karena regangan kapsul yang melingkupi organ tersebut. Maka dari itu,
pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri,
berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau uretra, dirasakan sebagai
kurang nyaman/discomfort.
1.
Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal
terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini dapat terjadi pada
pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada obstruksi saluran kemih yang
menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal.
2.
Nyeri Kolik
Nyeri kolik
terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan peristaltik yang
terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum lain. Nyeri ini sangat
sakit, namun hilang timbul bergantung dari gerakan perilstaltik ureter.
Nyeri tersebut dapat dirasakan pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra,
kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah
kemalian. Sering nyeri ini diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti mual
dan muntah.
3.
Nyeri Vesika
Nyeri vesika
dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat overdistensi vesika
urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya inflamasi pada buli buli.
Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat
selesai miksi. Stranguria adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri sangat
hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4.
Nyeri Prostat
Nyeri
prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar postat dan
distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan, namun umunya diaraskan
pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri
prostat ini sering diikuti keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan
retensi urine.
5. Nyeri testis/epididimis
Nyeri
dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni berasal dari
kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal dari organ di
luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis atau
torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis.
Inflamasi akut pada testis atau epididimis menyebabkan pergangan pada kapsulnya
dan sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen, sehingga
sering dianggap disebabkan kelainan organ abdominal. Blunt pain disekitar
testis dapat disebabkan varikokel, hidrokel, maupun tumor testis.
6. Nyeri penis
Nyeri yang
dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya merupakan
refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli atau ueretra, terutama pada
meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung penis dapat disebabkan parafimosis
atau keradangan pada prepusium atau glans penis. Sedangkan nyeri yang terasa
pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh penyakit Peyronie atau priapismus
(ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi glans).
b.
Keluhan
Miksi
Keluhan yang
dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi, obstruksi,
inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria,
nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi hesitansi, harus
mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan menetes serta
masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi
dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.
1.
Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa
sakit, akibat hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga
inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi
intravesika atau karena kelainan buli-buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria,
adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling sering
ditemukan pada pasien urologi). Hal ini dapat disebabkan karena produksi urine
yang berlebihan atau karena kapasitas buli buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam hari. Pada malam hari,
produksi urin meningkat pada pasien-pasien gagal jantung kongestif dan edema
perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia tua juga dapat
ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat karena kegagalan ginjal
melakukan konsenstrasi urine.
2.
Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan
diikuti pengeluaran urin. Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal
keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering pasien harus mengejan untuk
memulai miksi. Setelah urine keluar, seringkali pancarannya lemah dan
tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi
seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar lagi (disebut dengan
intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di
dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine (terminal dribbling). Apabila
buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, akan terasa nyeri pada daerah
suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama
kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar urin yang menetes tanpa
disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi uretra karena
striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil, deras,
bercabang dan kadang berputar putar.
3.
Inkontinensia Urine
Inkontinensia
urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine yang keluar dari
buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat beberapa macam
inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous (urine selalu
keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge
(ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (Buli-buli penuh).
4.
Hematuria
Hematuria
adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu
dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya perdarahan per uretram
yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan apakah
terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria
total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga keganasan.
5.
Pneumaturia
Pneumaturia
adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi karena adanya
fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi glukosa
menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada pasien diabetes
mellitus.
6. Hematospermia
Hematospermia
atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejakulat, biasa ditemukan pada
pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90% mengeluhkan hematospermia
berulang. Hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan pada prostat dan
vesikula seminalis. Paling banyak hematospermia tidak diketahui penyebabnya dan
dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder dapat disebabkan oleh paska biopsi
prostat, adanya infeksi vesikula seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma
prostat.
7.
Cloudy Urine
Cloudy urine
adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya infeksi saluran
kemih.
2. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
fisik merupakan komponen pengkajian
kesehatan yang bersifat obyektif. Terdapat empat teknik pengkajian yang secara
universal diterima untuk digunakan selama pemeriksaan fsik : inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang
menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data
dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk
informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut
sebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas,
dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua
perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan
gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa.
Inspeksi :
Langkah
pertama pada pemeriksaan pasien dengan gangguan sistem perkemihan adalah inspeksi,
yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua
yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Secara formal, pemeriksa
menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara
seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan
cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan.
Inspeksi
juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih
lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan
dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif
dan obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan
diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama
bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi
intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah
melihat pasien. Inspeksi pada sistem perkemihan meliputi :
1)
Keadaan umum
sistem perkemihan
2)
Keadaan lokalis
sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat genitalia, rectum, dll)
3)
Penggunaan
alat bantu seperti : condom
catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik
kateter.
4)
Dll
Palpasi
Palpasi,
yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada
pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh
melalui inspeksi sebelumnya.
Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh,
terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran,
bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang
normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya
massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan
cairan pada ruang tubuh.
Palpasi
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan
kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat mentoleransi.
Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan
dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan
mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk
menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks
sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan,
letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari
secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk
massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh
pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Sedangkan palpasi dalam digunakan untuk
menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua
tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan
yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau
tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa
tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi
dapat dilakukan pada ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien
dengan memperhatikan prinsip diatas untuk mendapatkan informasi tambahan
terkait kondisi klien.
Gambar 1. A (teknik palpasi ringan); B (teknik palpasi dalam)
Perkusi
Perkusi,
merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh
secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur
atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan
gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan
suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang
dilewati oleh suara itu.
Prinsip
dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya
paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang
daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan
suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang
tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang
“kedap suara”.
Ada
dua metode perkusi langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi
diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter
untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet
kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil
(biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh.
Ini merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa
merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak
langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu
tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang
lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang. Kini,
jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan
tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari
berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di
antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari
segera diangkat, agar tidak menyerap suara. Lihat gambar 2.
Perkusi
langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan (Gambar
3). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan
yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan
bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil.
Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang
pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang
dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri
tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.
Pada
pemeriksaan fungsi sistem perkemihan pada saat dilakukan perkusi mungkin akan
dirasakan nyeri pada lokasi yang sakit.
Sehingga perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan perkusi agar
dilakukan dengan hati-hati dengan memperhatikan ekspresi klien.
Gambar 2. Teknik jari tidak langsung
Gambar 3. Perkusi kepalan tangan.
(A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral (CVA).
(B) Perkusi langsung pada CVA.
Auskultasi
Auskultasi
adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung pembuluh
darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah
teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang
terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk
oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch),
intensitas (keras lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa
akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara
aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh. Auskultasi
dilakukan dengan stetoskop (Gambar 4). Stetoskop regular tidak mengamplifikasi
suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece),
tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece),
menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan
satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia
dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah
kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas
ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.
Gambar 4. Stetoskop
Auskultasi
adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit interpretasinya. Pertama,
suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari sebelum dapat membedakan mana
suara yang abnormal dan ektra. Ketika menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara
eksternal yang mengganggu dan suara artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece
telah diletakkan pada permukaan tubuh, tutup mata anda dan
berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan mengeliminasi suara yang
ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat berfungsi seperti megaphone,
dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus. Pada pemeriksaan sistem
perkemihan beberapa suara abnormal yang mungkin ditemukan adalah suara bruit
yang merupakan indikasi terjadinya stenosis arteri renal.
KONSEP PENGKAJIAN PADA
PENYAKIIT GAGAL GINJAL
A.
Pengumpulan data
Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi
pasien dengan cara wawancara atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk
saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien,
keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat
tinggal.
1.
Identitas
Meliputi identitas klien yaitu :
nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat.
2.
Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang,
bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa
tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya
bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut
terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit
3.
Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang
dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative, provocative,
quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis,
kaji onet penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit
batu saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
5.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu
keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di
terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat
infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas
dan penyakit menular pada keluarga.
6. Riwayat
Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur
tubuh dan adanya tindakan dialysis akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (
gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.
7.
Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal
klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah,
dll.
B. Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum dan TTV
Ø Keadaan umum : Klien lemah dan
terlihat sakit berat
Ø Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai
dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
Ø TTV : Sering didapatkan adanya
perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai
berat
2.
Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon
uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi
3.
Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >
3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia.
Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
4.
System Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan
adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5.
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan
sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
6.
Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun.
Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Angguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15
ml/menit) terjadi penuruna klirens
metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini
dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan berkurang.
Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
7.
Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri,
terjadi penurunan libido berat
8.
Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,
pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi,
keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
Prosedur Pemeriksaan Ginjal
PSIK
|
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL
|
|||
PROSEDUR TETAP
|
NO DOKUMEN
|
NO REVISI
|
HALAMAN
|
|
TANGGAL TERBIT
|
DITETAPKAN OLEH
|
|||
1
|
PENGERTIAN
|
Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya
kelainan pada ginjal yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi
|
||
2
|
TUJUAN
|
Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya
kelainan pada ginjal
|
||
3
|
INDIKASI
|
-
|
||
4
|
KONTRA INDIKASI
|
-
|
||
5
|
PERSIAPAN PASIEN
|
1.
Pastikan identitas
klien
2.
Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3.
Beritahu dan jelaskan
pada klien atau keluarganya tindakan yg dilakukan
4.
Jaga privacy klien
5.
Posisi
klien : duduk, tidur
|
||
6
|
PERSIAPAN ALAT
|
1.
Sarung
tangan
2.
Stetoskop
3.
Bengkok/ tempat sampah
4.
Lembar
hasil periksa dan alat tulis
|
||
7
|
CARA BEKERJA
|
Tahap
Orientasi
1.
Berikan salam, panggil
klien dengan namanya (kesukaanya)
2.
Perkenalkan nama dan
tanggung jawab perawat
3.
Jelaskan tujuan,
prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
Tahap
Kerja
1.
Berikan kesempatan
klien bertanya atau melakukan sesuatu sebelum kegiatan dilakukan
2.
Menanyakan keluhan
utama klien, kaji riwayat penyakit dan
riwayat penyakit dahulu serta riwayat penyakit keluarga
3.
Jaga privacy klien
4.
Memulai dengan cara
yang baik
5.
Gunakan
sarung tangan bersih
6.
Atur posisi yang nyaman
bagi klien, posisikan klien terlentang
7.
Berdiri
disisi kanan klien
8.
Minta klien
membuka pakaian atas,bantu jika perlu
9.
Buat klien
dalam kondisi relaks dengan menekukkan lutut, mengajak bicara
10. Persiapan sebelum melakukan palpasi (mengesekkan
kedua telapak tangan untuk menghangatkan)
Palpasi Ginjal Kanan
11.
Letakkan
tangan kiri anda di belakang penderita (dinding posterior), paralel pada
costa ke-12, dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat,
dan cobalah mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
12.
Letakkan
tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas, di sebelah lateral
dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis dekstra)
13.
Mintalah
penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak inspirasi, tekanlah tangan
kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di bawah arcus costa, dan
cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan anda.
14.
Mintalah
penderita untuk membuang napas dan menahan napas. Pelan-pelan, lepaskan
tekanan tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal akan kembali ke
posisi pada waktu ekspirasi.
15.
Apabila
ginjal teraba (normalnya jarang teraba), tentukan ukurannya, contour, dan
ada/tidaknya nyeri tekan.
Palpasi Ginjal Kiri
16. Pindahlah ke sebelah kiri pasien.
17. Gunakan tangan kanan untuk mendorong dan mengangkat
dari bawah
18. Kemudian gunakan tangan kiri menekan di kwadrant
kiri atas lateral, sejajar dengan M. Rectus Abdominis sinistra.
19. Lakukan seperti sebelumnya. Secara serentak kedua
tangan tersebut melakukan palpasi seperti pada palpasi ginjal kanan
Perkusi Ginjal (nyeri tekan dan nyeri ketok ginjal)
Nyeri tekan:
20.
Pada sudut
costovertebrae dilakukan penekanan dengan ujung ibu jari, lihat reaksi pasien
apakah ada nyeri.
Nyeri Ketok :
21. Pada sudut costovertebrae dilakukan dengan meninju
menggunakan permukaan ulnar kepalan tangan kanan dengan beralaskan volar
tangan kiri ( fish percussion). lihat reaksi pasien apakah ada nyeri
22. Tulislah hasil pemeriksaan
pada pada lembar kerja.
23. Posisikan
klien dalam posisi yang nyaman
24. Lepas sarung tangan dan
buang ke tempat sampah
25. Cuci
tangan
|
||
8
|
HASIL
|
1. Evaluasi
respon klien
2. Berikan
reinforcement positif
3. Lakukan
kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4.
Mengakhiri kegiatan
dengan baik
|
||
9
|
DOKUMENTASI
|
1. Catat
tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat
hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan
tindakan dalam bentuk SOAP
|
||
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer,
Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta
:EGC
Wijaya, Andra
Saferi dan Putri, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan
Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika.
Adams.
Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987.
DeGowin
RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw Hill.USA.
Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan
Moelia Radja Siregar. EGC
1996
De
Jong W.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta Lynn. S.
Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th Edition,
Lippincott 2003.
Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital
dan anorektal. Dalam:
Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S,
Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-55.
Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N,
Najirman, Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008
DOWNLOAD
😆😆😆
No comments:
Post a Comment